Dari kecil, tak ada cita-cita lain Sara Bokker, seorang model, bekas pelakon, instruktur kecergasan dan aktivis selain hidup berbalut kemewahan. Itu pula yang mendasarinya memilih tempat tinggal di Florida dan kemudian South Beach di Miami, hotspot bagi mereka yang mencari kehidupan glamor.
Di usia awal 20-an, dia sudah meraih mimpinya, menjadi seorang model dan personal trainer, tinggal di apartmen kelas atas, dan tiap hujung minggu berjemur sepanjang siang di Pantai Miami yang eksotik. "Sungguh sebuah kehidupan yang bergaya sesungguhnya, seperti yang kuimpikan," katanya.
Hingga kemudian, dia mengenali fahaman feminisme. "Aku merasa aku adalah budak mode. Aku adalah 'tebusan' bagi penampilanku sendiri," katanya.
Dia mulai melarikan diri dari dunia glamornya. Dia meninggalkan alkohol dan pestapora yang tak pernah dilewatkannya, dan melarikan diri kepada meditasi, menjadi aktivis feminis, dan menekuni apa yang disebutnya 'agama alternatif'. "Namun aku sedari kini, itu hanyalah sekadar 'pembunuh rasa sakit' dan bukan penawar yang sebetulnya," katanya.
Di tengah kebimbangannya, Tragedi 11 September 2001 terjadi. Perang baru dikobarkan di seluruh Amerika Syarikat, begitu dia menyatakan. Namun bagi Sara, hikmah lain datang: dia jadi mengenal ada agama bernama Islam ... dan membuatnya rasa ingin tahu.
Maklumat yang diperolehi pertama kali tentang agama ini adalah, wanita terkurung dalam khemah, diikuti oleh umat yang merupakan 'para pemukul isteri', harem, dan keganasan. Sesuatu yang sungguh berlawanan dengan fahaman feminisme yang mulai mempengaruhi dalam dirinya.
Suatu hari, secara suka-suka dia membuka kitab yang disebutnya sangat kontroversi di Barat, iaitu Al-Quran. Dia tersentak. "Aku pertama kali tertarik pada gaya dan pendekatan Al-Quran, dan kemudian tertarik pada pandangan tentang kewujudan, kehidupan, penciptaan, dan hubungan antara Pencipta dan ciptaan," katanya. "Aku mendapati al-Quran sangat menusuk ke dalam sanubari, bahkan untuk memahaminya kita tak perlu penterjermah atau pendeta."
Dia makin rajin mempelajari Islam selepas itu. Dia membeli banyak buku Islamik, atau membacanya di internet. "Hingga satu hari tanpa sedar aku membeli jubah panjang yang cantik dan penutup kepala menyerupai pakaian wanita Muslim dan berjalan menyusuri jalan yang sama dan persekitaran di mana beberapa hari sebelumnya aku berjalan dalam seluar pendek, bikini, atau pakaian ala Barat yang lain," katanya.
Meskipun orang, persekitaran, dan kedai-kedai semua sama seperti sebelumnya, namun dia merasa berbeza melihatnya. terutama, apabila melihat dirinya. "Bila sebelumnya orang melihatku dengan pandangan bernafsu, ibarat pemburu melihat mangsanya, dengan pakaian ini aku tak menemuinya. Tiba-tiba aku merasa rantai yang membelengguku sudah terlepas ... dan aku kini bebas!" katanya.
Dia mencari Islam di tengah-tengah kehidupan bebas dunia, Amerika, Miami secara tepatnya. Di kota ini juga dia bersyahadah.
"Hari ini aku masih seorang feminis, tapi seorang feminis Muslim, yang menyebut kaum perempuan memikul tanggung jawab mereka dalam memberikan semua sokongan yang mereka boleh dan menjadi muslim yang baik. Untuk membesarkan anak-anak mereka sebagai Muslim sehingga dapat menjadi cahaya untuk seluruh umat manusia," katanya.
Satu lagi hal penting yang dilakukannya, iaitu menyampaikan pengalamannya pada sesama perempuan yang mungkin tidak pernah memiliki kesempatan seperti dirinya.
[islamreligion.com , republika.co.id]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Terima kasih :)