Gambar hiasan
Alhamdulillah, bagus juga tulisan ini, yang saya petik dan olah dari republika online. Semoga dapat menjadi renungan dan pengajaran bersama, dalam mengawal akhlak dan tingkah-laku harian kita :)
Oleh: Rahmat saptono
Tidak ada seorang pun manusia terlepas dari gangguan syaitan. Sesuai dengan namanya, 'shathana' atau sesuatu yang jauh, syaitan sentiasa menggoda manusia dari tempat yang jauh (tidak kelihatan) dan mengajak manusia menjauh dari kebaikan. Sudah menjadi komitmen syaitan untuk terus menerus menggoda dan mengganggu anak cucu Adam a.s hingga akhir zaman. Kadang-kadang kita dibuat geram olehnya sehingga ingin mengekspresikannya dengan ucapan atau perbuatan.
Suatu ketika seorang sahabat mengekspresikan sakit hatinya dengan memaki syaitan apabila haiwan tunggangan Rasulullah s.a.w tersandung. "Celaka syaitan".
Rasulullah s.a.w yang kebetulan mendengarnya menasihati, "Jangan berkata "celaka syaitan", kerana jika kamu berkata seperti itu, syaitan menjadi angkuh dan berkata: Dengan kekuatanku akan ku buat dia jatuh. Ketika kau berkata, "Bismillah", syaitan akan menjadi sekecil lalat". (Hadith Riwayat Ahmad).
Diriwayatkan dari Abu Malih dari seorang lelaki, dia berkata, "Ketika aku dibonceng Nabi s.a.w. tiba-tiba unta beliau tergelincir. Serta-merta aku katakan, "Celakalah syaitan." Lalu beliau bersabda, "Jangan kamu katakan, "celakalah syaitan," sebab jika kamu katakan seperti itu maka syaitan akan membesar sebesar rumah dan berkata, "Demi kekuatanku," Akan tetapi ucapkanlah "Bismillah," sebab jika kamu ucapkan lafaz tersebut, syaitan akan mengecil hingga sekecil lalat," (Shahih, Hadith Riwayat Abu Dawud [4982]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi s.a.w. beliau bersabda, "Janganlah kalian mencela syaitan tetapi berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya," (Silsilah Ahadaits ash-Shahihah [2422]).
Demikianlah cara yang diajarkan Rasulullah s.a.w menghadapi makhluk yang sombong. Tidak dengan cacian dan makian, tetapi dengan menyebut nama Allah.
Di dalam ibadah haji pun kita diberi peluang untuk meluahkan kemarahan dan permusuhan kita terhadap iblis dalam ritual melempar jamrah.
Dengan kerikil sebesar biji jagung yang telah disiapkan sebelumnya, kita melemparkan sambil tetap mengingati dan menyebut nama Allah Zat Yang Maha Besar "Bismillahi Allahu Akbar".
Mencaci maki bukanlah cara yang diajarkan Islam untuk mengekspresikan kemarahan, membalas atau melawan kesombongan. Logik mudah mengatakan, kalau kita balas dan lawan kesombongan dengan caci maki, lalu apa beza kita dengan mereka?.
Alasannya adalah hanya kerana ajaran Islam terlalu mulia untuk itu. Mencaci maki pun kadang-kadang bagaikan menepuk air didulang terpercik muka sendiri. Rasulullah s.a.w punya logik mudah untuk itu.
Telah bersabda Rasulullah s.a.w, "Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci-maki kedua orang tuanya," Para sahabat bertanya, "Bagaimana seseorang boleh mencaci-maki kedua orang tuanya?", Maka beliau s.a.w menjawab: "Dia mencaci-maki ayah orang lain, lalu orang lain itu mencaci maki kembali orang tuanya."(Hadith Riwayat Bukhari)
Mencaci maki, apalagi membakar patung tokoh, bendera, atau simbol-simbol yang dihormati suatu kaum untuk mengekspresikan kemarahan bukanlah akhlak yang diajarkan Rasulullah s.a.w. Kerana, mengambil pelajaran dari hadis tadi, hal itu tidak berbeza dengan melakukannya terhadap apa yang kita hormati sendiri.
Alangkah indahnya jika kutukan atau caci maki digantikan dengan cara yang bermaruah seperti telah diajarkan Rasulullah s.a.w kepada para sahabatnya. "Allah Maha Besar Sungguh Maha Besar, Segala Puji hanya bagi Allah Pujian yang amat banyak, Tiada Tuhan Selain Allah Yang Maha Esa, Tiada Sekutu bagi-Nya."
Rujukan:
1 - Republika
2 - alislamu.com
best
BalasPadam