oleh: Syeikh Aid Abdullah al-Qarni
Abu Hurairah r.a. berkata, aku mendengar Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda, "Tujuh macam manusia yang akan mendapat naungan Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya. Mereka adalah pertama, seorang pemimpin yang adil, kedua, seorang pemuda yang tumbuh berkembang dalam ibadah kepada Allah, ketiga, dua orang yang saling mencintai kerana Allah, berkumpul kerana Allah, dan berpisah kerana Allah, keempat, seseorang berzikir kepada Allah dalam bersendirian dan kemudian bercucuran air matanya, kelima, seseorang yang hatinya tertambat pada masjid-masjid , keenam, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikannya (sedekahnya) itu hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannnya, ketujuh, seseorang yang ketika dipanggil oleh seseorang wanita yang bermaruah dan cantik jelita, dia menjawab, "Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam".
Ketujuh macam orang itu, menurut para ulama, termasuk para penganut Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan yang dimaksudkan adalah bukan tujuh individu, melainkan tujuh golongan.
Adapun golongan pertama, adalah golongan pemimpin yang adil. Mereka itu adalah setiap orang yang berlaku adil terhadap orang-orang yang dipimpinnya, baik dia seorang pemimpin dalam erti am - sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah atau pun pemimpin dalam erti khusus.
Bahkan, menurut sebahagian ulama, seorang guru yang berlaku adil terhadap murid-muridnya, misalnya kemudian dia menilai hasil ujian mereka dengan adil, maka dia termasuk orang yang adil, sebagaimana dimaksudkan oleh hadis ini.
Ketika seorang guru menguji murid-muridnya, misalnya kemudian dia menilai hasil ujian mereka dengan adil, maka dia termasuk orang yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan lain selain naungan-Nya.
Sedangkan yang sayugianya dilakukan oleh setiap mukmin adalah, berupaya semaksima mungkin agar dirinya memiliki salah satu sifat dari ketujuh golongan ini. Atau, kalau boleh, hendaklah dia berusaha agar memiliki dua, atau tiga daripada tujuh sifat itu.
Dan, hal itu sangat mudah bagi sesiapa sahaja yang dimudahkan Allah. Bahkan, sangat ringan bagi sesiapa yang dirinya diringankan oleh Allah Ta'ala.
Terbukti, orang-orang mengakui Umar ibn Abdul Aziz r.a, salah seorang Khalifah dari Bani Umawiyyah, sebagai orang yang pada dirinya terdapat beberapa sifat dari ketujuh golongan tadi. Diantaranya, pertama, dia adalah seorang pemuda yang membesar, atau menghabiskan masa mudanya dalam ibadah kepada Allah, kedua, dia pemimpin yang adil, ketiga, hatinya selalu tertambat di masjid-masjid. Dengan demikian, sangat mungkin pula, dia termasuk orang yang senang berzikir kepada Allah dalam bersendirian kemudian air matanya bercucuran. Bahkan, tidak berlebihan pula, bila dia diyakini sebagai seorang yang mencintai kaumnya kerana Allah, dan bersama-sama mereka dalam mencintai Allah.
Perkataan Rasulullah shalllahu alaihi wassalam, "Tujuh macam manusia yang akan mendapat naungan Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya", ini mengkhabarkan, bahawa pada hari kiamat kelak tidak ada tempat bernaung satu pun, selain naungan Allah. Pada hari itu, juga tiada tempat teduh satu pun, selain keteduhan yang diberikan oleh Allah Taala.
Begitulah, pada hari kiamat kelak tidak ada naungan, tak ada pokok, tak ada tempat berteduh, dan tak ada sesuatu pun yang boleh melindungi manusia dari sengatan terik matahari yang pada saat itu sangat dekat sekali dengan kepala seluruh manusia.
Al-Miqdad ibn al-Awwad mengatakan, "Aku mendengar Rasulullah shallahu alaihi wassalam berkata," Matahari, pada hari kiamat kelak, akan sangat dekat dengan kepala manusia, dan bahkan, jarak antara matahari dan manusia saat itu, hanya satu mil saja. Miqdad berkata, "Demi Allah, aku tidak tahu, apakah yang dimaksudkan dengan satu mil itu adalah milnya alat celak mata, atau mil itu yang dimaksudkan berlaku umum".
Disebutkan, pada hari itu, Yang Maha Kuasa, nampak dengan segala keagungannya dan kebesaran-Nya duduk di singgahsana yang amat agung. Menurut sebuah riwayat, ketika itu, singgahsana Allah ini dipikul oleh lapan malaikat dan Allah berada di atasnya dengan segala keagungan, kebesaran, kemuliaan-Nya yang tiada bandingan sedikit pun. Semua itu tidak boleh dilukiskan dengan kata-kata. Entah bagaimana, di mana, seperti apa, dan laksana apa? Yang jelas, Dia akan bertakhta di singgahsana-Nya sebagaimana disebutkan dalam al-Quran.
Kemudian, dari atas singgahsana-Nya itu, Allah akan menyeru dengan suara-Nya yang terdengar sama oleh mereka yang dekat dan mereka yang jauh. "Akulah Sang Raja Mahadiraja" - yang Maha suci lagi Maha agung. Dialah sang Raja, yakni sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran, "Yang menguasai Hari Pembalasan". (QS: al-Fatihah: 3). Ertinya, tidak ada raja selain Dia.
Dalam sebuah hadis Qudsi, disebutkan Allah Taala, berfirman: "Akulah Sang Raja, dimanakah raja-raja dunia?". Kemudian Dia mengulanginya lagi hingga tiga kali, "Akulah Sang Raja, dimanakah raja-raja dunia?".
Lalu Dia bertanya, "Milik siapakah kekuasaan pada hari ini? Milik siapakah kekuasaan hari ini? Milik siapakah kekuasaan pada hari ini? Lantas, Allah menjawabnya sendiri seraya berkata," Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa, lagi Maha Mengalahkan". (QS: Ghafir: 16)
Sesaat kemudian, Allah Ta'ala memulakan panggilannya. Dia berkata, "Mana orang-orang yang cinta-mencintai dalam kebesaran-Ku? Pada hari ini, aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku, sedang hari ini tidak ada naungan selain naungan-Ku".
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. Menurut riwayat ini, ketika seluruh manusia - dari sejak dahulu kala, hingga akhir zaman nanti - dikumpulkan menjadi satu, Allah akan menyeru mereka. Dia akan berkata, "Mana orang-orang yang saling mencintai dalam kebesaran-Ku? Pada hari ini, aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku. Maka, bangkitlah orang-orang itu menuju Allah Azza Wa Jalla. Wallahu'alam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Terima kasih :)