Tayangan The New Muslim Cool sangat menyentuh masyarakat awam di Amerika Syarikat. Di dalamnya berisi tentang pengalaman rohani salah seorang rapper negara itu, Jason Perez - namanya menjadi Hamza Perez setelah masuk Islam dan pandangannya tentang agama.
Berikut ini petikan dari wawancara islamicbulletin.com dengan Jason:
Islamicbulletin: Bolehkah anda ceritakan sedikit tentang diri anda?
Jason: Saya lahir di Brooklyn, NY. Saya dibesarkan di sebuah projek perumahan di seberang jalan masjid. Ibu saya membesarkan saya di sana. Setelah saya besar, kami pindah ke Puerto Rico, dan setelah itu kami pindah ulang-alik antara Massachusetts dan Puerto Rico.
IB: Dapatkah anda menceritakan sedikit tentang pendidikan agama anda?
J: Ya, ibu saya Katolik. Tapi, nenek saya di Puerto Rico adalah Pembaptis. Ketika sekolah, saya selalu di sekolah Katolik.
IB: Bagaimana anda boleh berpindah menjadi Muslim?
J: Saya memiliki seorang teman bernama Louie Ekuador. Kami membesar bersama, dan kemudian kami terlibat dalam penjualan dadah bersama-sama. Saya adalah pencari kebahagiaan sebagai orang muda, tetapi saya tidak pernah menemuinya. Saya cuba kehidupan jalanan dan ubat-ubatan tapi ia hanya membuat saya lebih tertekan. Meskipun kami menghasilkan wang, tidak memberi kami rasa atau kepuasan kebahagiaan.
Suatu hari, dia berjalan di masjid, dan dia duduk di tangga. Seorang Muslim mendekatinya dan bertanya apa yang dia lakukan di sana dan mulai berbicara kepadanya tentang Islam. Dan dia akhirnya menjadi seorang Muslim. Kami tahu masjid ini kerana kami dibesarkan di jalan, tapi, kami tak pernah tahu tentang Muslim dan ajarannya. Satu-satunya hal yang kami tahu tentang mereka adalah bahawa mereka membunuh kambing. Jadi, dalam masyarakat, masjid mereka lebih dikenali sebagai tempat dimana kambing dibunuh. Jadi kita akrab dengan bangunan itu tetapi tidak benar-benar tahu tentang apa yang terjadi di dalamnya. Louise berakhir menjadi Muslim dan sempat menghilang selama 40 hari. Dia pergi dengan Jamaah Tabligh (komuniti guru Islam) menyebarkan Islam.
Namanya pun berubah, menjadi Lukman. Suatu hari Lukman datang berpakaian serba putih dengan seorang syeikh bernama Iqbal. Kami sedang bermain dadu, minum, dan merokok ketika itu. Tiba-tiba saya lihat sisi berbeza darinya. Dia kelihatan lebih bercahaya. Saya boleh melihat perubahan dalam dirinya. Saya fikir, sesuatu yang serius telah terjadi dalam hidupnya. Jadi, saya meninggalkan orang lain yang minum dan merokok dan berjalan ke arah mereka. Di sana, syeikh bertanya apakah aku percaya bahawa hanya ada satu Allah. Aku berkata, "Ya." Dan kemudian dia bertanya apakah saya percaya pada Nabi Muhammad. Terus terang, saya tak pernah tahu tentang Muhammad s.a.w, tapi saya melihat cahaya dalam watak dan wajah Luqman teman saya, jadi saya percaya. Ketika itu juga saya minta dituntun mengucapkan syahadah, di pinggir jalan. Adik saya yang menyaksikan, ikut pula bersyahadah.
IB: Bagaimana reaksi orang tua anda terhadap anda yang menerima Islam?
J: Keluarga saya pada mulanya kesal. Tetapi setelah mendapati kami bebas dari dadah dan jauh dari kegiatan berbahaya lainnya, mereka menyukainya. Ibu saya sangat menyokongnya. Dia fikir itu sangat positif. Saya pun menjadi lebih peduli padanya; Saya membantu dalam urusan rumah tangga, dan melakukan apa pun yang dimintanya. Dulu sebelum menjadi Muslim, saya tak pernah peduli padanya. Perubahan dalam diri saya membuat kakak saya menjadi Muslim juga. Kemudian salah seorang teman saya menjadi Muslim. Lebih dari 55 orang yang kami kenal menjadi Muslim. Kami kembali ke tempat yang sama kami gunakan untuk menjual ubat-ubatan dan memasang tanda yang mengatakan, "Heroin membunuh anda dan Allah menyelamatkan anda!" Jadi, anda tahu, ramai dari mereka dipengaruhi oleh Lukman. Termasuk saya.
IB: Apakah anda pernah menemui masalah dengan penerimaan Islam anda?
J: Pada awalnya, kerana saya baru Muslim, saya fikir saya harus mendengar setiap apa yang dikatakan seorang Muslim. Saya benar-benar tidak ada arah. Beberapa orang mengajarkan saya untuk melihat Muslim lain dan mengkritik umat Islam lain yang berjanggut panjang dan 'pakaian aneh' mereka. Sampai kemudian di satu titik: mengkritik orang menjadi lebih sering sementara mengingat Allah menjadi sedikit. Saya mulai kehilangan rasa manis yang saya alami ketika saya pertama kali menjadi Muslim. Kemudian saya melewati sebuah transformasi besar; hanya melihat kesalahan diri dan bukan kesalahan orang.
IB: Apakah anda lihat kesamaan antara Islam dan agama-agama lain?
J: Ya, tentu saja. Ini semua berhubung. Saya tahu siapa Yesus, saya lihat gambar yang dikaitkan dengannya, tapi saya tidak benar-benar tahu tentang Yesus selain Natal, dan ayat-ayat yang kami baca diarahkan kepada kita oleh para imam dan pendeta. Kadang-kadang saya merasa kini saya menjadi pengikut Kristus dengan cara yang lebih baik setelah saya menjadi Muslim. Isa adalah Nabi-Nya, bukan Tuhan.
IB: Apa kesan yang Islam telah lakukan pada kehidupan anda?
J: Islam telah membuka mata saya untuk kesalahan saya sendiri. Sebelumnya, saya punya hal yang disebut nafs. Saya tidak tahu tentang nafs. Islam membuat saya sedar bahawa, di jalanan, anda selalu mencari musuh. Dan Islam mengajarkan saya bahawa, dalam rangka untuk menemui musuh saya, saya harus melihat di cermin. Musuh saya adalah diri saya sendiri, iaitu nafsu saya.
[Siwi Tri Puji B | republika.co.id , www.islamicbulletin.org/newsletters/issue_24/embraced.aspx]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Terima kasih :)